Usaha
Keras Takkan Mengkhianati
Seorang gadis berjalan di lorong sekolah menuju lapangan
basket sekolahnya. Gadis itu membawa tas sepatu di tangan kanannya dan membawa
bola basket di tangan kirinya. Di lapangan basket terihat anak-anak basket yang
sedang melakukan latihan seperti biasanya.
“Ayo
cepat Sonia, latihan udah mau dimulai.” Ucap Stella, kakak dari gadis itu.
Gadis itu duduk di pinggir lapangan sambil memakai sepatu
basket yang dia bawa. Panggil saja gadis itu Sonia. Seorang gadis manis yang
cengeng. Stella duduk di sebuah bangku yang ada dipinggir lapangan. Stella
adalah seorang kakak yang tegas tapi baik hati dan selalu menyemangati adiknya.
Sonia selalu memanggilkan Cici kepada Stella, itu adalah sebutan kakak untuk
orang tioghoa. Kali ini Sonia dan timnya
sedang mengikuti kejuaraan basket tingkat nasional. Dan satu minggu lagi,
mereka akan bertarung di partai final kejuaraan itu.
“Ayo
kamu harus semangat latihannya, kamu harus ingat, usaha keras itu takkan
mengkhianati.” Ucap Stella.
Sonia
dan timnya berlatih keras demi mendapat gelar juara pada turnamen itu. Mungkin
bagi Sonia ini adalah turnamen terakhirnya di bangku SMP, karena saat ini SMP
duduk di kelas 3 dan beberapa bulan lagi akan lulus dan meninggalkan sekolahnya
ini dengan banyak kenangan yang indah di dalamnya. Mau tidak mau di final nanti
Sonia harus bermain sekuat tenaga agar bisa mendapat gelar juara.
“Niiit.... Niiit....” Suara handphone berdering.
“Hallo.... iya sekarang gue kesana.” Jawab Stella di telephone.
“Hallo.... iya sekarang gue kesana.” Jawab Stella di telephone.
Stella berdiri dari tempat duduknya dan langsung berjalan menuju pinggir
lapangan.
“Sonia!” Teriak Stella.
Sonia memalingkan pandangannya kearah Stella. Lalu menghampiri Sonia
menghampiri Stella yang berdiri dipinggir lapangan.
“Gue pulang duluan ya.” Ucap Stella.
“Yah, gue pulang sama siapa dong?” Tanya Sonia dengan mengerutkan wajahnya.
“Yah loh kan udah gede, bisa pulang sendiri kan. Udah ya gue pulang duluan.” Ucap Stella sambil beranjak meninggalkan Sonia.
“Yah, gue pulang sama siapa dong?” Tanya Sonia dengan mengerutkan wajahnya.
“Yah loh kan udah gede, bisa pulang sendiri kan. Udah ya gue pulang duluan.” Ucap Stella sambil beranjak meninggalkan Sonia.
*
“Hai
Sonia, gue pulang duluan ya.” Ucap seorang gadis yang tidak lain adalah teman
satu tim Sonia.
“Iya hati-hati ya.” Ucap Sonia.
“Iya hati-hati ya.” Ucap Sonia.
Sonia
sedang membereskan barang bawaannya di pinggir lapangan. Lembayung senja
menyorotkan sinarnya dan membuat bayangan panjang tiang-tiang basket. Suasana
lapangan basket telah sepi, hanya terlihat penjaga sekolah yang sedang menyapu
ranting-ranting dan daun-daun kering yang berguguran di sudut lapangan.
Sonia berdiri dan berjalan menuju gerbang sekolah yang hampir ditutup. Sonia menunggu bis di halte dekat sekolah. Sepertinya tidak ada bis yang lewat. Akhirnya Sonia memutuskan untuk jalan kaki menuju rumahnya.
Di jalan kota sore hari yang tidak terlalu ramai, Sonia melangkahkan kakinya diatas trotoar. Sonia menelusuri jalan hingga samapilah dia di sebuah perempatan jalan. Sonia menyeberangi perempatan jalan itu. Dari arah kanan Sonia, melaju sepeda motor denagn kecepatan tinggi dan akhirnya….
Sonia berdiri dan berjalan menuju gerbang sekolah yang hampir ditutup. Sonia menunggu bis di halte dekat sekolah. Sepertinya tidak ada bis yang lewat. Akhirnya Sonia memutuskan untuk jalan kaki menuju rumahnya.
Di jalan kota sore hari yang tidak terlalu ramai, Sonia melangkahkan kakinya diatas trotoar. Sonia menelusuri jalan hingga samapilah dia di sebuah perempatan jalan. Sonia menyeberangi perempatan jalan itu. Dari arah kanan Sonia, melaju sepeda motor denagn kecepatan tinggi dan akhirnya….
*
“Hey,
kamu udah bangun?” Ucap seorang ibu.
“Eeee… Sonia lagi dimana mah?” Ucap Sonia sambil perlahan membuka matanya.
“Kamu sekarang lagi di rawat dirumah sakit. Kemarin sore kamu kena sedikit musibah dan ga tersadar. Tapi kata dokter sakit kamu ga terlalu parah kok, ya paling tiga atau empat hari lagi kamu bisa pulang.”
“Kaki aku kenapa mah?” Ucap Sonia sambil memegangi kakinya yang tertutup oleh perban.
“Oh itu cuma keseleo aja kok. Paling satu minggu juga sembuh”
“Tapikan aku kan harus ikut final turnamen basket beberapa hari lagi.”
“Kalo soal final basket itu mamah udah tau dan udah bilang sama pelatih kamu. Sekarang kamu istirahat aja dulu supaya kamu cepet sembuh.”
“Eeee… Sonia lagi dimana mah?” Ucap Sonia sambil perlahan membuka matanya.
“Kamu sekarang lagi di rawat dirumah sakit. Kemarin sore kamu kena sedikit musibah dan ga tersadar. Tapi kata dokter sakit kamu ga terlalu parah kok, ya paling tiga atau empat hari lagi kamu bisa pulang.”
“Kaki aku kenapa mah?” Ucap Sonia sambil memegangi kakinya yang tertutup oleh perban.
“Oh itu cuma keseleo aja kok. Paling satu minggu juga sembuh”
“Tapikan aku kan harus ikut final turnamen basket beberapa hari lagi.”
“Kalo soal final basket itu mamah udah tau dan udah bilang sama pelatih kamu. Sekarang kamu istirahat aja dulu supaya kamu cepet sembuh.”
Sonia
membalikan badannya kearah jendela ruang perawatannya. Apakah Sonia bisa bermain di final turnamen basket yang tinggal
beberapa hari lagi dengan kondisi seperti ini? Mungkin hanya waktu yang akan
menjawabnya.
*
Sonia
berjalan keluar dari ruang perawatan dengan ditopang tongkat di kedua lengannya
karena merasa bosan terus menerus berada di ruang perawatan. Sore itu suasana
rumah sakit tidak terlalu ramai. Sonia berjalan di lorong rumah sakit yang
terbuka dan menuju sebuah taman di belakang rumah sakit.
Sonia duduk di sebuah kursi panjang di taman rumah sakit yang penuh dengan bunga-bunga yang sedang bermekaran. Sinar mentari senja menerobos sela-sela dedaunan. Angin senja yang bertiup merdu menyelimuti Sonia yang sedang tertunduk lesu.
Sonia duduk di sebuah kursi panjang di taman rumah sakit yang penuh dengan bunga-bunga yang sedang bermekaran. Sinar mentari senja menerobos sela-sela dedaunan. Angin senja yang bertiup merdu menyelimuti Sonia yang sedang tertunduk lesu.
“Ah….
Apakah aku bisa main di final turnamen itu ya?” Gumam Sonia dalam hati.
Stella
datang dari belakang Sonia. Lalu dia duduk disebelah Sonia.
“Maafin
gue ya. Gara-gara gue ninggalin lo, lo jadi kena musibah kaya gini.” Ucap
Stella sambil memegang erat tangan Sonia.
“Ini bukan kesalahan Cici kok. Emang gue aja yang kurang hati-hati.” Ucap Sonia.
“Ini bukan kesalahan Cici kok. Emang gue aja yang kurang hati-hati.” Ucap Sonia.
Stella
langsung memeluk dan merangkul Sonia.
“Sekarang apa yang harus gue lakukan? Kaki kanan gue ga bisa jalan. Padahal gue ingin main di partai final itu. Apa mungkin perjuangan gue udah cukup sampai disini aja?” Ucap Sonia sambil kemudian dia tertunduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Stella
pun hanya terdiam menyadarkan badannya ke belakang dan menengadahkan kepala
keatas.
“Hey Sonia dengarkan gue, sebuah pohon yang daunnya kering gugur berjatuhan, ranting-rantingnya patah, bahkan batangnya hancur karena lapuk, akan tetap bisa berdiri kokoh selama akarnya menancap kuat di dalamtanah. Sama halnya diri kau, meksipun kaki kau tidak bisa berjalan bahkan jika tubuh kau itu lumpuh tak bisa bergerak, kau masih bisa mencapai impian, selama hati kau itu masih kokoh mempertahankan semangat juang yang ada di dalam diri kau, karena hati manusia layaknya akar pada pohon, selama hati masih kuat memegang semangat maka manusia itu pun akan kokoh dan tidak akan tumbang dari segala impiannya.” Ucap Stella sambil mengelus punggung Sonia.
Sonia membuka kedua telapak tangannya dari wajahnya. Sonia langsung menatap wajah Stella. Apa yang dikatakan pelatihnya tadi membuatnya sadar, dia tak boleh menyerah.
“Udah sore nih, gue mesti ngerjain tugas-tugas kuliah gue. Gue pulang dulu ya.” Ucap Stella sambil berdiri beranjak meninggalkan Sonia.
“Hey Sonia dengarkan gue, sebuah pohon yang daunnya kering gugur berjatuhan, ranting-rantingnya patah, bahkan batangnya hancur karena lapuk, akan tetap bisa berdiri kokoh selama akarnya menancap kuat di dalamtanah. Sama halnya diri kau, meksipun kaki kau tidak bisa berjalan bahkan jika tubuh kau itu lumpuh tak bisa bergerak, kau masih bisa mencapai impian, selama hati kau itu masih kokoh mempertahankan semangat juang yang ada di dalam diri kau, karena hati manusia layaknya akar pada pohon, selama hati masih kuat memegang semangat maka manusia itu pun akan kokoh dan tidak akan tumbang dari segala impiannya.” Ucap Stella sambil mengelus punggung Sonia.
Sonia membuka kedua telapak tangannya dari wajahnya. Sonia langsung menatap wajah Stella. Apa yang dikatakan pelatihnya tadi membuatnya sadar, dia tak boleh menyerah.
“Udah sore nih, gue mesti ngerjain tugas-tugas kuliah gue. Gue pulang dulu ya.” Ucap Stella sambil berdiri beranjak meninggalkan Sonia.
Belum jauh berjalan, Stella memalingkan wajahnya kearah Sonia, “Ingat ya Sonia, usaha keras itu takkan mengkhianati.”
Secercah semangat timbul
didalam hati Sonia. Dengan wajah terenyum, dia berdiri dari tempat duduknya dan
mengusap air mata yang tadi membasahi pipinya. Sonia yakin pasti dia bisa
bermain di partai final itu.
*
Siang
itu terik matahari menyinari taman di belakang rumah sakit. Terlihat Sonia
sedang berlari mengitari taman dengan kaki yang terpincang-pincang. Rupanya
Sonia sedang mempersiapkan diri berlatih agar dia bisa bermain di partai final
itu. Meskipun dengan kondisi yang kurang baik karena kakinya belum sembuh, tapi
dia tetap bersemangat berlatih.
Saat Sonia sedang berlari, tiba-tiba dia terjatuh.
“Arrrggghhh….
Kakiku.” Geram Sonia sambil memegangi kaki kanannya.
Akan tetapi dia tetapi Sonia ingat
kata-kata yang selalu di ucapkan Stella,
“Ingat ya Sonia, usaha keras itu takkan
mengkhianati.”
Sonialangsung bakit dan kembali berdiri. Sonia percaya dan yakin bahwa dia pasti bisa bermain di final walaupun hanya tinggal beberapa hari lagi.
Sonialangsung bakit dan kembali berdiri. Sonia percaya dan yakin bahwa dia pasti bisa bermain di final walaupun hanya tinggal beberapa hari lagi.
*
“Ya,
pertandingan tinggal sedikit lagi. Skor sekarang menunjukkan 55-57 untuk
keunggulan SMP 14 Bandung. Apakah SMP 2Tanggerang bisa membalikkan skor di
waktu yang tersisa sedikit lagi? Kita nanti kan saja.” Ucap seorang reporter
melalui pengeras suara.
Waktu
hanya tinggal tersisa 30 detik lagi. Keringat para pemain telah bercucuran
membasahi tubuhnya. Terlihat seorang pemain terjatuh di sudut lapangan. Pemain
itu pun bangkit dan berlari menuju tengah lapangan. Waktu tinggal 15 detik
lagi. Pemain itu menangkap bola yang di passing oleh teman satu timnya.
Teman-teman satu timnya di jaga ketat oleh lawan. Waktu tinggal 10 detik lagi.
Tanpa banyak memilih, dia langsung melemparkan bola basket ke arah ring lawan
dari tengah lapangan.
Apakah bola itu akan masuk dan membawa kemenangan untuk SMP 2 Tanggerang? Atau bola itu melenceng jauh dan membuat tim SMP 2 Tanggerang harus mengakui kekalahannya dari SMP 14 Bandung? Ya, sayang sekali. Ternyata lemparan itu….
“Masuuukkk…. Wow luar biasa, SMP 2 Tanggerang bisa membalikan skor menjadi 58-57, berkat tembakan cantik dari tengah lapangan yang di lesatkan oleh pemain bernomer punggung 9, Soniaaa….”
“Priiittt…. Priiittt” Wasit meniupkan peluitya.
“Ya, akhirnya SMP 2 Tanggerang berhak mengangkat trophy kemenangan atas SMP14 Bandung. Sungguh luar biasa, SMP 2 Tanggerang berjuang samapai akhir pertandingan. Dan Sonia bermain dengan hebat sekali di partai final kali ini.”
Apakah bola itu akan masuk dan membawa kemenangan untuk SMP 2 Tanggerang? Atau bola itu melenceng jauh dan membuat tim SMP 2 Tanggerang harus mengakui kekalahannya dari SMP 14 Bandung? Ya, sayang sekali. Ternyata lemparan itu….
“Masuuukkk…. Wow luar biasa, SMP 2 Tanggerang bisa membalikan skor menjadi 58-57, berkat tembakan cantik dari tengah lapangan yang di lesatkan oleh pemain bernomer punggung 9, Soniaaa….”
“Priiittt…. Priiittt” Wasit meniupkan peluitya.
“Ya, akhirnya SMP 2 Tanggerang berhak mengangkat trophy kemenangan atas SMP14 Bandung. Sungguh luar biasa, SMP 2 Tanggerang berjuang samapai akhir pertandingan. Dan Sonia bermain dengan hebat sekali di partai final kali ini.”
Semua
pemain merayakan kemenangannya. Para penonoton bersorak-sorai menyambut
kemenangan ini. Sonia pun memalingkan wajahnya sejenak kearah Stella yang berada diantara bangku penonton. Stella
tersenyum melihat Sonia yang berhasil mengalahkan keputus asaan dirinya untuk
mencapai impiannya ini. Dan Sonia percaya, bahwa usaha keras itu takkan
mengkhianati.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar