Senin, 28 Januari 2013

Cerpen Wedus (Ve JKT48)

  

Detektif Ve
            
           “Niiit… niiit…” suara handphone berdering.
          “Halo… iya baik aku akan segera kesana.” Ucap seorang wanita.

          Wanita itu bergegas menuju mobilnya menuju suatu tempat. Wanita itu melesatkan mobilnya di tengah malam yang dingin dengan di iringi rintik air hujan. Wanita itu adalah seorang detektif, Ve namanya, seorang wanita yang cantik, manis dan juga cerdas.

          Tak butuh waktu lama, Ve pun tiba di suatu halte yang letaknya hanya 3 blok dari sebuah bank. Disana terlihat kerumunan masyarakat menyaksikan petugas kepolisian yang sedang mengidentifikasi sesosok mayat pria dewasa.

          “Ve, cepat kau lihat ini.” Seorang inspektur kepolisian mengahmpiri Ve yang menyalip di tengah kerumunan masyarakat. Ve menghampiri mayat pria itu dan membuka kain penutup wajah di mayat.
          “Dia kan?” Ucap Ve terkejut.
          “Aku menemukan ini di dekat korban.” Ucap inspektur sambil menunjukkan sebuah tas berisi uang, sebuah pistol dan sebuah kalung berbentuk setengah hati.

          Dari kejauhan datang seorang petugas kepolisian dengan napas terengah-engah.

          “Lapor inspektur, telah terjadi pencurian di bank yang letaknya tidak jauh dari tempat ini.” Lapor petugas itu.
          “Baiklah aku dan detektif Ve akan segera kesana. Sekarang bawa korban ke rumah sakit untuk di visum. Dan bawa barang bukti yang telah di temukan ke markas.” Ucap inspektur.

          Ve dan inspektur bergegas menuju bank.

          “Bagaimana kejadiannya?” Tanya inspektur kepada security bank yang terlihat masih shock.
          “Tadi ketika aku sedang berjaga, aku di pukul seseorang dari belakang dan aku pun tak sadarkan diri. Ketika aku sadar, aku sudah berada di dalam gudang dengan tangan terikat di belakang. Langsung saja aku berteriak minta tolong. Dan untung saja orang itu mendobrak pintu gudang dan menolongku.” Ucap security bank menjelaskan.
          “Kau yang menolongnya?” Tanya inspektur kepada seorang pria.
           “Iya, saat itu aku melihat pintu belakang bank terbuka dan terdengar suara minta tolong. Langsung saja aku menuju suara itu yang ternyata berasal dari gudang.” Ucap pria itu menjelaskan.

          Tiba-tiba Ve datang dari dalam bank menuju gudang, tempat inspektur berada saat ini.

          “Inspektur aku menemukan ini.” Ucap Ve menunjukkan sebuah balok yang dia temukan di dalam bank.
          “Steve?” Ucap Ve terkejut.
          “Ve?” Ucap pria yang tadi menolong security.

*

          Pagi itu Ve sedang menikmati sarapan bersama adik satu-satunya yang bernama Jessica. Ve hanya tinggal berdua dengan adiknya.

          “Semalem kamu kemana Jes?” Tanya Ve.
           “Hmm… semalem aku... semalem aku… aku ke supermarket, aku berangkat dulu ya kak.” Ucap Jessica dengan gugup.
           “Iya hati-hati.” Ucap Ve.

          Ve heran dengan sikap Jessica pagi ini. Tidak seperti biasanya, Jessica yang periang dan banyak bicara, pagi ini sedikit berubah menjadi pendiam dan gugup dalam berbicara. Ya mungkin dia sedang ada masalah di sekolahnya atau mungkin punya masalah dengan teman-temannya.

*

          Siang itu Ve melangkahkan kakinya di lorong markas kepolisian yang terlihat sibuk. Langkah Ve terhenti di sebuah ruangan bertuliskan “Ruang Investigasi”.

          “Inspektur.” Sapa Ve.
          “Oh Ve, ayo cepat kesini.” Balas inspektur.

          Ve berjalan menuju sebuah meja yang berada di tengah ruangan. Dimeja itu terlihat barang bukti yang kemarin ditemukan ditempat kejadian.

          “Lihat ini Ve.” Ucap inspektur sambil menunjukkan selembar kertas berisi biodata mayat yang di temukan di halte kemarin.
          “Ya, aku juga sudah tau. Dia adalah buronan pembunuhan waktu itu.” Ucap Ve sambil teringat kejadian pembunuhan adik Steve, pacar Ve.
          “Aku telah menemukan sidik jari pada balok yang diduga dipakai untuk memukul security bank itu. Dan ternyata itu adalah sidik jari mayat pria yang berada di halte itu. Bisa dipastikan mayat itulah yang mencuri di bank itu, hal ini karena diperkuat dengan tas berisi uang yang ditemukan di samping mayat itu dan jumlah uangnya sama dengan uang yang hilang di bank.” Ucap inspektur menjelaskan.
          “Lalu bagaimana dengan pistol itu? Siapa yang menggunakannya?” Tanya Ve.
          “Itulah yang membuat ku heran. Sidik jari pada pistol itu juga sidik jari milik mayat itu. Dan kau juga tau ada luka tembak di kepala si mayat.” Ucap inspektur sambil mengerutkan wajahnya.
          “Jadi maksudmu, mayat itu bunuh diri setelah dia mencuri di bank?” Tanya Ve heran.
          “Ya mungkin saja.”

          Tiba-tiba datang seorang petugas kepolisian membawa sebuah berkas.

          “Lapor inspektur. Ini berkas hasil visum mayat yang ditemukan di halte kemarin.” Ucap petugas itu sambil memberikan berkas yang dia bawa.

          Inspektur dan Ve membaca berkas itu dengan wajah serius.

          “Sepertinya ada keganjilan pada kasus ini. Dari hasil visum, dinyatakan bukan hanya luka tembak dikepala saja, tapi ada luka lebam dipunggung, ulu hati dan belakang kepala korban.” Ucap Ve terheran.

          Inspektur dan Ve terdiam sejenak.

           “Berarti ada kemungkinan mayat ini dibunuh dengan benda tumpul. Lalu untuk menghilangkan jejak, setelah korban tak bernyawa, si pembunuh menembakan pistol ke kepala korban dengan menggunakan tangan korban.” Ucap Ve.
          “Mungkin benar, tapi kita tak menemukan benda tumpul sebagai bukti kecuali balok kayu yang ada di dalam bank itu. Tapi tidak mungkin si pembunuh memakai balok itu karena balok itu berada didalam bank sedangkan pembunuhan itu terjadi di halte yang jaraknya 3 blok dari bank itu.” Ucap inspektur.
          “Pasti ada barang bukti lain, kalo begitu sekarang aku akan ketempat kejadian semalam. Permisi inspektur.” Ucap Ve dan beranjak pergi.

          Ve bergegas menuju tempat kejadian dengan mengendarai mobilnya.

*

          Siang itu Ve tiba di tempat kejadian yang terlihat sepi dan masih terpasang garis polisi. Masih ada percikan darah di tempat kejadian. Ve mengelilingi halte tempat kejadian itu. Dia telusuri dengan teliti tempat itu untuk mencari benda tumpul yang pakai untuk membunuh korban. Lama dia mencari, tapi dia tidak menemukan apapun.
           Ve pun berinisiatif menelusuri jalan menuju bank yang juga terjadi kasus pada malam itu. Perlahan dia menelusuri jalan hingga sampai di bagian belakang gedung bank itu. Dan Ve juga tidak menemukan apapun. Tapi tunggu dulu. Mata Ve tiba-tiba tertuju pada sebuah balok yang berada di samping pintu belakang bank itu. Ve terkejut melihat ada bercak darah pada balok itu. Ve langsung mengambil balok itu. Dia masih heran kenapa ada balok dengan bercak darah di samping bank. Apa mungkin ini balok ini dibuang oleh toko daging yang berada di samping bank itu? Dengan rasa penasaran, Ve masuk ke toko daging yang ada di samping bank itu.

          “Kliniiing… Kliniiing…” Bunyi bel di pintu toko daging.
          “Ada yang bisa saya bantu nona cantik?” Sapa penjual di toko daging itu.
          “Maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud untuk membeli daging, tapi saya ingin menanyakan sesuatu. Apa bapak yang membuang balok ini?” Tanya Ve sambil menunjukkan balok yang dia temukan itu.
          “Aku tidak pernah membuang apapun kecuali daging-daging yang telah busuk.”
          “Terima pak atas informasinya.”

          Ve pergi meninggalkan toko itu. Belum jauh dia melangkah, dia melihat sobekan kain dengan bercak darah pagar toko itu. Sepertinya itu sobekan jaket atau semacamnya

*

          Malam harinya Ve mempunyai janji dengan pacarnya, Steve. Karena hari inigenap 3 tahun mereka berpacaran. Steve terlihat sedang menunggu Ve disebuahrestoran bernuansa Perancis dengan iringan music klasik. Ve pun datang dan langsung menutup amat Steve dari belakang.

           “Aku tau. Pasti ini kamu ya.” Ucap Steve sambil memagang tangan Ve yang menutupi matanya.
          “Haha kok kamu tau sih?” Ucap Ve yang bernajak ketempat duduknya yang berhadapan dengan tempat duduk Steve.
          “Ya taulah, tangan selembut itu cuma kamu yang punya.”
           “Kamu bisa aja deh.”
          “Oh iya Ve, ada sesuatu nih buat kamu.” Ucap Steve sambil memberikan sebuah kotak berisi cincin.
          “Ini? Makasih ya sayang.” Ucap Ve dengan wajah yang memerah.
          “Iya sama-sama, makasih ya kamu udah menemani hari-hariku selama tiga tahun ini.” Ucap Steve dengan tersenyum.
          “Iya sama-sama sayang. Makasih ya kamu udah nolongin security bank kemarin malam.”
          “Iya kebetulan aja aku lewat situ. Yaudah kita makan dulu yuk.”

          Ve dan Steve menghabis malam bersama di restoran itu dengan suasana yang romantis.

          “Ve, aku ke kamar mandi dulu ya.” Steve beranjak dari kursinya dan meninggalkan jaketnya diatas meja.

          Ve melihat jaket Steve robek di bagaian belakang. Ve tidak memperdulikannya, ya mungkin saja jaket itu tersangkut atau semacamnya.

*

          Siang itu Ve kembali ke markas kepolisian.

           “Aku telah menemukan sidik jari dari balok yang kamu temukan di dekat pintu belakang bank itu.” Ucap inspektur.
           “Bagaimana hasilnya?”

          Inspektur terdiam dan menundukkan kepalanya.

          “Kita tidak menemukan apa-apa.” Ucap inspektur dengan ekspresi kecewa.
          “Apa? Tapi…” Ucap Ve terheran.
          “Kurasa pembunuhan ini sudah terencana. Dia pasti menggunakan sarung tangan dalam aksinya ini. Di semua barang bukti hanya ada sidik jari korban tak ada sidik jari yang lain.” Ucap inspektur.
          “Baik kalo begitu aku akan kembali ke tempat kejadian untuk mencari informasi.” Ucap Ve sambil pergi meninggalkan markas.

          Tiba di tempat kejadian, Ve mencoba bertanya pada pelayan super market yang berada persis di seberang halte.
        
          “Silakan, mau beli apa nona?” Tanya pelayan super market.
          “Apa bapak tau tentang pembunuhan yang terjadi di halte di dekat sini?”
          “Ya saya tau, memangnya kenapa nona?”
          “Apa bapak melihat keganjilan saat sebelum kejadian itu?”
          “Aku tidak melihat apa-apa selain  aku melihat seorang gadis dan pria yang membeli beberapa makan di supermarket ini dan aku juga melihat David di dekat halte malam itu.” Ucap si penjual itu sambil memegang dagunya.
          “Siapa David?” Tanya Ve heran.
          “Iya dia adalah David. Setiap malam dia memang sering mabuk-mabukkan, bahkan dia sering memalak orang-orang yang lewat di sekitar halte itu.”
          “Apakah kau tau dimana rumah si David itu?”
          “Aku tidak tau. Tapi aku sering melihatnya di sekitar jembatan yang berada di ujung jalan ini.” Ucap si penjual itu sambil menunjuk jalan yang ada di depan tokonya.
          “Terima makasih pak atas informasinya.” Ucap Ve sambil pergi meninggalkan toko itu.

          Ve melesatkan mobilnya ke jembatan itu. Setibanya di sana, dia melihat seorang pria bertubuh besar yang sedang merokok duduk di pinggir jembatan.

          “Maaf apakah kamu yang bernama David itu?” Tanya Ve.

          Pria itu tidak menjawab dan malah melihat Ve dengan tatapan tajam. Pria itu berdiri dan membuang rokoknya. Lalu berjalan kearah Ve.

          “Siapa kamu?” Tanya pria itu.
          “Aku Ve, dari kepolisian.” Ucap Ve sambil menunjukkan  kartu pengenalnya.
          “Ada urusan apa kamu menemui ku?”
          “Jadi benar kamu David. Aku ingin menanyakan peristiwa pembunuhan di dekat halte kemarin malam. Kamu berada disana saat kejadian itu kan?”
          “Apa untungnya jika aku menjawab pertanyaan mu?” Ucap David sambil meninggalkan Ve.
          “Hey tunggu! Aku serius. Jika kamu tidak mau member informasi tentang kejadian itu, maka kamu akan aku tangkap.”

Mendengar hal itu, David malah berlari meninggalkan Ve. Ve mencoba mengejar David. David berlari kedalam hutan yang berada didekat jembatan itu.

 “Kemana dia?” Gumam Ve dalam hati.

           Ve langsung menelpon inspketur. 

“Halo inspektur. Aku rasa aku tau siapa pembunuhnya.”

Tak beberapa lama inspektur datang dengan belasan orang petugas kepolisian. Ve, inspektur dan para petugas kepolisian menelusuri hutan kota yang tidak terlalu luas itu. Dan mereka melihat sebuah rumah kecil di pinggir hutan dekat sebuah danau. Mereka lalu mengepung rumah kecil itu.

 “Tempat ini sudah di kepung. Cepat keluar!” Teriak inspektur.

 Lalu seseorang keluar dari dalam rumah itu.

“Cepat tangkap dia!” Perintah inspektur.

 Petugas kepolisian menangkap orang itu dan membawanya ke markas kepolisian. Saat Ve ingin pergi meninggalkan rumah kecil itu, dia melihat dari jendela 3 orang anak-anak berada di dalam rumah itu. Siapa mereka? Mungkin dia anak dari David. Ve beranjak sambil melihat ke arah rumah kecil itu.

*

          Siang itu Ve kembali ke markas kepolisian.

          “Bagaimana dengan orang yang bernama David itu inspektur? Apa dia benar pelaku pembunuhan itu?” Tanya Ve pada inspektur.

          Inspektur hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ve pun menghela napasnya.

          “Kurasa dia bukan pelakunya. Tapi menurutku dia adalah salah satu saksi kunci masalah ini. Masalahnya saat ini dia tidak mau berbicara apapun.”

          Ve terdiam. Sejenak dia terbayang dengan anak-anak yang berada di rumah kecil itu. Ve merasa ada yang mengganjal dengan anak-anak itu. Ve pergi meninggalkan markas menuju rumah kecil itu.
          Ve tiba di rumah kecil itu dan mengetuk pintu. Seorang wanita membuka pintu itu secara perlahan. Wanita itu membuka sedikit pintu rumahnya dan mengintip dari balik pintu. Nampaknya wanita itu ketakutan melihat Ve.

          “Permisi… aku tidak akan menyakiti kalian.” Ucap Ve.

          Wanita itu akhirnya mempersilakan Ve masuk. Ternyata wanita itu adalah istri dari David dan anak-anak itu juga anaknya David. Ve menanyakan masalah David kepada wanita itu. Dan nampaknya Ve mendapat informasi yang penting.

*

          Siang itu juga Ve kembali ke markas dan memberitahukan informasi yang dia dapat kepada inspektur.
        
          “Jadi begitu masalahnya. Tapi siapa orang yang di maskud istrinya David itu.” Ucap inspektur.
          “Apakah sudah tidak ada barang bukti lain?” Tanya Ve.
          “Oh iya aku tau.” Ucap inspektur sambil mengambil sesuatu di lemari barang bukti.
          “Ini dia.” Inspektur menunjukan sebuah kalung berbentuk setengah hati.
          “Ini kan? Kalung ini mirip dengan kalung Jessica.” Ucap Ve dengan terkejut.

          Ve lansung menelpon adiknya, Jessica. Siang itu juga Ve menyuruh Jessica untuk datang ke markas kepolisian.

          “Ada apa kak?” Tanya Jessica sambil membuka pintu ruang investigasi.

          Tanpa banyak bicara, Ve langsung menunjukan kalung itu kepada Jessica.

          “Itu kan?” Jessica terkejut.
          “Apa ini punyamu?” Tanya Ve.
           “Bukan kak, itu bukan punya ku.”
          “Kamu bohong. Sejak kejadian pembunuhan malam itu, kamu terlihat aneh.”
          “Coba kakak liat ini.” Jessica langsung menunjukkan kalung yang dia pakai dan memang mirip dengan kalung yang ditemukan di halte saat kejadian waktu itu.
          “Jadi ini milik siapa? Dan kenapa kamu akhir-akhir ini terlihat aneh?”
           Tiba-tiba Jessica langsung menutup matanya dan tertunduk. Nampaknya dia menangis. Ve langsung menghampiri Jessica dan menyuruhnya duduk.
          “Kakak sebenarnya aku tau milik siapa kalung itu dan aku juga tau siapa pembunuh pada kasus malam itu.” Ucap Jessica dengan sedikit terisak.

          Ve dan inspektur saling berhadap-hadapan. Jessica adalah saksi kunci dalam kasus ini. Jessica pun menceritakan semuanya kepada Ve dan inspektur.

          “Kalo benar dia pelakunya, harus memiliki bukti yang kuat untuk membuktikannya.” Ucap inspektur.
          “Aku tau!” Ucap Ve.

*

          Malam harinya Ve mengajak Steve ke taman kota. Sepertinya ada suatu hal yang penting yang ingin di bicarakan.

           “Hai Ve… udah lama nunggu ya?” Tanya Steve sambil memegang tangan Ve.
          “Engga kok. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, kamu tau ini?” Ve langsung menunjukkan kalung itu.
          “Itu…” Steve terkejut.
          “Sekarang sudah terkuak semuanya. Kamu kan pembunuh pada kasus malam itu.” Ucap Ve.
          “Kenapa kamu menunduhku seperti itu?”
          “Aku sudah tau semuanya Jessica sudah menceritakan semuanya kepadaku. Malam itu kamu bertemu Jessica di supermarket kan? Kamu sudah tau kan bahwa akan ada pencurian bank malam itu, karena kamu terus mengikuti korban. Lalu kamu menunggu korban di halte itu. Setelah korban melewati halte, lalu kamu pukul kepala, ulu hati dan punggung korban. Lalu datang David yang saat itu lewat. Dan istirnya David bilang kepadaku kamu mengancam akan membunuh David kalo dia melaporkan kejadian malam itu. Lalu kamu berlari meninggalkan tempat itu kearah belakang bank hingga jaket kamu tersangkut dan sobek di bagian belakang. Dan untuk menghilangkan jejak, kamu berpura-pura menyelamatkan security bank itu kan? Sudah jelas semuanya sekarang.”

          Steve terdiam sesaat.

          “Hmm… kurasa aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Ya, memang akulah pembunuhnya.”
          “Tapi kenapakamu berbuat seperti itu? Kau bukan seperti Steve yang selama ini aku kenal.” Ucap Ve dengan ekspresi kecewa.
          “Apakah kau tau? Dia adalah pembunuh adikku. Apa yang dilakukan polisi untuk menyelesaikan masalah adik ku itu? Mereka malah mengabaikannya. Dan apakah kau tau rasa sakitnya kehilangan seorang adik?” Ucap Steve dengan anada keras.
          “Tapi semuanya itu tidak terselesaikan dengan cara seperti itu. Dendam hanyalah akan menambah parah masalah yang kamu hadapi.” Ucap Ve.

          Suasana menjadi hening sesaat.

          “Tapi itu semua telah terjadi. Maafkan aku Ve.” Ucap Steve yang langsung memeluk Ve.

          Ve menangis dalam pelukkan Steve. Inspektur dan petugas kepolisian yang mengintai dari jauh perlahan maju dan langsung menangkap Steve dari belakang.

          “Apa-apaan ini?” Steve terkejut.

Kedua tangan Steve di tarik oleh petugas polisi. Ve pun melepaskan pelukan Steve.

          “Kamu ditangkap karena terbukti bersalah.” Ucap inspektur.
          “Tapi…Ve… Ve…” Teriak Steve yang di bawa petugas menuju mobil tahanan.
          “Pergi… ak tidak mau melihat mu lagi…” Ve pun menangis dan memalingkan wajahnya dari Steve.

          Jessica datang dan memeluk Ve. Inspektur berjalan menuju Ve.

          “Kalau kita merelakan sesuatu yang hilang dari hidup kita, pasti Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ucap Inspektur yang berdiri disamping Ve sambil melihat Steve yang sedang dibawa pergi oleh petugas kepolisisan.
          “Kau merelakan salah satu hal yang terpenting dalam hidupmu… Kerjamu bagus, kau hebat detektif.” Ucap inspektur sambil beranjak meninggalkan Ve dan Jessica.

          Ve melepaskan pelukkan Jessica dan menghapus air mata dengan tangannya. Kini kasus ini telah terkuak oleh seorang detektif yang cantik, manis dan cerdas, yang bernama Veranda.

***

2 komentar:

  1. wuiihhh kok bisa tau gue cowonya ve.. xD
    hahaha

    tapi sbner'e bukan gue yang salah gan.. #kidding

    BalasHapus