Kamis, 24 Januari 2013

Cerpen Wedus (Cindvia JKT48)



Maafkan Musim Panas

            Seorang gadis duduk memeluk lutut di pinggiran dermaga menghitung banyaknya ombak yang datang mendekat. Gadis itu biasa dipanggil Cindvia. Di sampingnya ada seorang gadis yang juga duduk sambil membuat sebuah perahu kecil dari kertas. Perahu kecil itu pun di letakkan di atas air laut dan berlayar terbawa ombak ke tengah laut.

            “Kamu tau, kita berdua akan menjadi seperti dermaga ini dan perahu kecil itu.” Ucap gadis itu.
            “Apa maksud kamu?” Tanya Cindvia.
            “Ya, tak selamanya kita akan selalu bersama bersahabat seperti ini. Andai kamu yang jadi dermaga ini dan aku yang jadi perahu kecil itu. Maka mungkin suatu saat nanti aku akan meninggalkan mu pergi jauh entah kemana.” Ucap gadis itu sambil melihat laut yang indah.
            “Meskipun kamu pergi jauh, tapi aku akan tetap di sini menunggu mu kembali.” Ucap Cindvia sambil merangkul tangan gadis itu.
            “Hahaha kamu emang sahabat terbaik aku Cind.” Ucap gadis itu sambil tertawa kecil.

            Cindvia dan gadis itu sudah lama menjalin persahabatan. Dari kecil mereka berdua selalu bersama-sama bermain di dermaga itu. Merekapun bersekolah di sekolah yang sama. Mungkin bisa diartikan lebih dari sekedar persahabatan.

*

            “Kriiing…. Kriiing….” Suara lonceng sepeda menyambut gadis itu di depan rumahnya.

            Sahabatnya keluar dari rumah dengan ibunya yang berada dibelakangnya. Cindvia sudah menunggu di depan rumah sahabatnya itu dengan sebuah sepeda. Sahabatnya naik di bagian belakang sepeda yang di kayuh oleh Cindvia. Mereka berdua bersepeda menuju sekolah melewati jalan panjang di pinggir pantai. Udara pagi hari di tepi pantai yang menyegarkan dan sinar mentari pagi yang membias dari ufuk timur membuat perjalan mereka menuju sekolah menjadi terasa nyaman.
            Di sudut parkiran sekolah Cindvia memakirkan sepedanya. Mereka berdua berjalan perlahan menuju kelas mereka. Cindvia dan sahabatnya memasuki kelasnya yang terlihat sudah ramai. Mereka duduk bersebelahan di barisan belakang kelas.

            “Kamu udah ngerjain tugas sejarah?” Tanya sahabatnya.
            “Udah, tapi aku paling males sama pelajaran sejarah.” Ucap Cindvia.
            “Lho emang kenapa?”
            “Lagian ngapain sih masa lalu harus dinget-inget, kalo masa lalu terus dinget-inget, kapan kita mau move onnya ya kan?” Ucap Cindvia dengan nada yang menggebu-gebu.
            “Hahaha ada-ada aja kamu Cind.” Ucap sahabatnya.

            Bel pun berbunyi tanda pelajaran di mulai. Cindvia dan sahabatnya mengawali pelajaran dengan penuh senyuman dan mereka berjanji akan mengakhiri pelajaran juga dengan penuh senyuman.

*

            Roda sepeda Cindvia melaju pulang dengan perlahan. Mentari senja bersinar membuat bayangan panjang Cindvia dan sahabatnya. Mereka berdua berboncengan sambil terkadang menyanyi berdua.

            “Oh, iya ya, lusa ada yang ulang tahun nih, makan-makan ga ya?” Ledek Cindvia.
            “Hmm…. siapa ya? Hehehe tenang aja, emangnya mau makan apa sih?” Tanya sahabatnya.
            “Hahaha terserah aja deh, asal jangan nasi sama garem aja.”
            “Hahaha iya iya, bakal ada yang special deh buat Cindvia.”

            Tanpa terasa, sepeda yang mereka naiki telah berada di depan rumah sahabat Cindvia. Dengan bantuan Cindvia, sahabatnya turun dari sepeda dengan perlahan. Cindvia kembali menaiki sepeda dan sahabatnya berjalan menuju pintu rumahnya .
            Kebetulan esok dan lusa adalah hari libur. Cindvia berencana esok hari akan mencari hadiah yang sangat disuakai sahabatnya. Cindvia pun kembali mengayuh sepedanya dan bergegas pulang ke rumah.

*

            Siang itu Cindvia keluar dari rumahnya dengan membawa sebuah sekop, keranjang dan ada sebuah vas bunga kecil di dalam keranjangnya itu. Dengan memakai topi dan sarung tangan, Cindvia berjalan menuju bukit yang ada di dekat rumahnya. Dia menulusuri jalan setapak di bukit itu dengan pohon-pohon yang rindang di sekelilingnya. Sunyi sekali bukit itu, hanya terdengar suara tongerek dan kumbang-kumbang ala musim panas.

            “Itu dia!” Ucap Cindvia.

            Cindvia berlari mendatangi sesuatu yang dia cari. Cindvia langsung menggunakan skopnya dan mulai menggali. Setelah di dapat apa yang dia cari, lalu dia memasukannya kedalam vas bunga yang dia bawa dalam keranjangnya.
            Cindvia menuruni bukit itu dengan wajah yang berseri-seri. Setelah sampai di rumah, Cindvia membuka topi dan sarung tangannya yang telah kotor dengan tanah. Dia ambil vas bunga yang ada di dalam keranjangnya. Dan Cindvia meletakan bunga itu di meja belajarnya. Lalu Cindvia mengambil hand phonenya dan mulai mengetik pesan untuk sahabatnya yang esok akan berulang tahun.

Hai sahabatku yang cantik, imut, baik hati dan tidak sombong,
besok kan acara ulang tahun kamu,
aku mau ngasih kejutan nih buat kamu,
besok sore aku tunggu kamu di dermaga ya.

*

            Sore itu Cindvia keluar dari rumahnya dengan menuntun sepeda. Di keranjang sepedanya Cindvia meletakakkan hadiah spesialnya untuk sahabatnya itu. Cindvia menaiki sepedanya dan mulai mengayuh menuju dermaga. Sesampainya di dermaga, Cindvia memarkirkan sepedanya di dekat sebuah tiang lampu. Dermaga terlihat sepi seperti biasanya, hanya ada beberapa orang nelayan yang sedang sibuk dengan perahu dan jalanya, juga terlihat beberapa anak-anak yang sedang bermain layang-layang. Cindvia duduk di pinggir dermaga menunggu sahabatnya itu.
            Angin laut bertiup lembut. Sinar mentari di kala senja menyorot Cindvia  hingga terlihat bayangan panjangnya. Tiba-tiba hand phone yang ada di samping Cindvia berbunyi menandankan ada pesan yang masuk. Cindvia mengambil hand phonenya dan membaca pesan singkat itu.

Aku kayanya ga bisa ke dermaga menemui kamu Cind
Sore ini aku pindah rumah keluar kota untuk menjalani operasi kaki kiri ku yang ga bisa di gerakkan ini,
Maafin aku karena aku ga bilang langsung ke kamu,
Mungkin inilah saatnya kita berpisah,
Seperti perahu yang meninggalkan dermaga,
Mungkin aku akan berlabuh jauh meninggalkan kamu,
Terima kasih ya kamu udah mau jadi sahabat ku selama ini,
Terima kasih juga kamu mau menerima segala kekuranganku,
Mungkin musim panas ini akan menjadi saksi perpisahan kita,
Maafkan aku Cindvia, Maafkan aku musim panas
Kamu adalah sahabat terbaik aku,
Kamu akan ku ingat selama-lamanya dalam hidup ku.

            Cindvia berdiri dan berlari menuju sepedanya. Dia menaiki sepedanya dan mengayuhnya menuju rumah sahabatnya itu. Ketika dia sampai di depan rumah sahabatnya, terlihat pintu pagar telah tertutup rapat dan di gembok. Di kejauhan Cindvia melihat sebuah mobil van melaju pergi. Mungkin itu adalah mobil sahabatnya. Cindvia langsung mengejar mobil itu dengan sepedanya. Di jalan panjang di pinggir pantai, Cindvia mengayuh sepedanya mengejar mobil itu dengan air mata yang berlinang. Cindvia terus mengayuh sepedanya dan mobil itu pun tetap melaju. Air matanya membias ke udara di sinari cahaya mentari di kala senja. Cindvia tetap mengejar mobil itu. Dan pada akhirnya dia tidak kuat lagi mengayuh sepedanya. Mobil sahabatnya pun tetap melaju dan pergi jauh meninggalkan Cindvia.
             
            Air mata Cindvia menetes ke atas bunga matahari yang ada vas bunganya itu. Bunga matahari yang sangat di sukai oleh sahabatnya. Yang mungkin bisa menjadi hadiah teridah di hari ulang tahun sahabatnya sore ini. Tapi semua itu telah sirna. Cindvia hanya tertunduk di atas sepedanya. Biar Cindvia jaga bunga matahari ini dan akan menunggu sahabatnya sampai kembali di musim panas esok, lusa ataupun nanti.

***

4 komentar: